Sejak suamiku
mengambil kuliah strata dua, beberapa orang bertanya, “kamu kapan kuliah
s2?”, “kamu ga ingin s2 juga?”. Apakah otomatis kalian harus bertanya seperti
itu?. Namun, ada hikmah tersendiri yang aku dapatkan dari peristiwa itu, aku
akhirnya lebih mendalami apa yang kuinginkan.
Setelah dipikir-pikir, ternyata dunia akademisi bukan lagi
dunia yang menarik buatku. Beberapa tahun yang lalu, aku masih bingung untuk
menentukan hal ini. Aku masih merasa bahwa aku bisa mengerjakan semuanya, bukan
karena aku hebat, tapi karena aku mudah menyerap dan mempelajari hal-hal yang
baru. Sampai aku yakin apa yang sebenarya menjadi spesialisasiku, aku dan
banyak orang meyakini aku terampil dalam salah satu bidang.
Saat SMA, seorang guru matematika pernah memintaku untuk
membantu seorang mahasiswa jurusan pendidikan matematika dalam penelitiannya. Aku
dipilih bersama temanku lain yang pintar matematika. Aku cukup terkejut saat
itu, aku merasa matematika bukan keahlianku, meski dalam beberapa kali latihan
nilaiku sangat baik. Setelah penelitian itu, matematika benar-benar menunjukkan
jati diri yang sebenarnya. Aku mulai tak bisa mengontrol kebingunganku
menghadapi soal-soal matematika, akhrnya aku pun malu pada guru matematikaku
itu. Murid yang pernah dia banggakan itu sekarang semakin menurun nilainya. Jangankan
beliau, aku bahkan tak paham kenapa aku menjadi semakin sulit mengerjakan soal
matematika. Ya..matematika memang bukan keahlianku. Mungkin itu jawaban terbaik
saat ini.
Saat kuliah, aku pernah mengalami hal yang serupa. Nilai-nilai
mata kuliahku cukup tinggi untuk mata kuliah non bahasa Arab. Aku pun sudah
dianggap pintar secara keseluruhan. Aku memang tertarik dalam beberapa hal
terkait dunia akademisi, tentang penelitian, tentang jurnal, tentang diskusi
akademisi. Namun, aku merasa hanya tertarik sesaat dengan semua itu. Aku tak
pernah benar-benar tertarik dengan semua itu. Sayangnya itu, aku selalu merasa
bosan dengan hal-hal baru itu dan sulit fokus. Anggapan dan harapan orag
terhadapku pun menjadi beban berat. Sudah dua kali dosen memintaku untuk
terlibat dalam penelitian mereka. Aku juga pernah diminta lomba pidato bahasa
Arab.
Di lain sisi, aku juga saat itu dikenal sebagai “penjual
sekaligus designer baju”. Aku menjual baju-baju gamis rancanganku sendiri. Aku benar-benar
menikmatinya. Aku senang membuat rancangan baju. Namun, ketika aku belajar
menjahit aku merasa kesulitan.
Di lain cerita, aku dikenal juga sebagai seorag trainer yang
sudah cukup sering mengisi training di hadapan remaja. Aku sempat berpikir
untuk mendalami dunia ini, dunia komunikasi. Namun, aku lagi-lagi gagal fokus.
Kini, jika aku bertanya kembali apakah aku ingin kuliah
lagi?? Aku jawab “Tidak”. Akademisi bukan jiwaku, kali ini aku yakin. Meski beberapa
tahun lalu, aku masih yakin aku akan lebih hebat dengan menjadi spesialisasi di
bidang akademik (jika aku mau). Ilmu saat ini adalah alam dan interaksi antar
manusia bagiku. Pemikiran-pemikiran para ahli hanyalah bacaan semata, bukan
sebagai tuntunan berpikir. “akademisi” gaya ini yang sekarang kunikmati.
Entahlan. Allah maha tahu
Komentar
Posting Komentar